Kalbu Mengeras Karena Jauh dari Alloh
Sabtu, 19 Oktober 2013
0
komentar
Tidaklah Allah l memberikan hukuman yang lebih besar kepada seorang hamba selain dari kerasnya qalbu dan jauhnya dari Allah l. An-Naar (neraka) diciptakan untuk melunakkan qalbu yang keras. Qalbu yang paling jauh dari Allah l adalah qalbu yang keras. Jika qalbu sudah keras, mata pun terasa gersang. Qalbu yang keras ditimbulkan oleh empat hal yang dilakukan melebihi kebutuhan: makan, tidur, bicara, dan pergaulan.
Sebagaimana jasmani jika dalam keadaan sakit tidak akan bermanfaat baginya makanan dan minuman, demikian pula qalbu jika terjangkiti penyakit-penyakit hawa nafsu dan keinginan-keinginan jiwa, maka tidak akan mempan dengan nasihat.
Barang siapa hendak menyucikan qalbunya maka ia harus mengutamakan Allah l dibanding keinginan dan nafsu jiwanya.
Karena qalbu yang tergantung dengan hawa nafsu akan tertutup dari Allah l, sesuai kadar tergantungnya jiwa dengan hawa nafsunya.
Banyak orang menyibukkan qalbu dengan gemerlapnya dunia. Seandainya mereka sibukkan dengan mengingat Allah l dan negeri akhirat, tentu qalbunya akan berkelana mengarungi makna-makna Kalamullah dan ayat-ayat-Nya yang tampak ini. Ia pun akan menuai hikmah-hikmah yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika qalbu disuapi dengan berzikir dan disirami dengan berpikir serta dibersihkan dari kerusakan, ia pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah.
Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta memeganginya akan masuk dalam golongannya. Kecuali jika mereka menghidupkan qalbu dan mematikan hawa nafsunya.
Adapun mereka yang membunuh qalbunya dengan menghidupkan hawa nafsunya, tidak akan muncul hikmah dari lisannya.
Rapuhnya qalbu adalah karena lalai dan merasa aman. Sedangkan makmurnya qalbu adalah karena takut kepada Allah l dan zikir. Maka jika sebuah qalbu merasa zuhud dari hidangan-hidangan dunia, dia akan duduk menghadap hidangan-hidangan akhirat. Sebaliknya, jika ia ridha dengan hidangan-hidangan dunia, ia akan terlewatkan dari hidangan akhirat.
Kerinduan bertemu Allah l adalah angin semilir yang menerpa qalbu. Membuatnya sejuk dengan menjauhi gemerlapnya dunia. Siapa pun yang menempatkan qalbunya di sisi Rabb-nya, ia akan merasa tenang dan tenteram. Siapa pun yang melepaskan qalbunya di antara manusia, ia akan semakin gundah gulana.
Ingatlah! Kecintaan terhadap Allah l tidaklah akan masuk ke dalam qalbu yang mencintai dunia, melainkan seperti masuknya unta ke lubang jarum (sesuatu yang sangat mustahil).
Jika Allah l cinta kepada seorang hamba, maka Allah l akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat pemberian nikmat-nikmat-Nya. Allah l juga akan memilihnya di antara hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya hanya kepada Allah l. Lisannya senantiasa basah dengan berzikir kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya.
Qalbu bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Qalbu pun bisa berkarat sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berzikir. Qalbu bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah takwa. Qalbu pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah l, cinta, tawakal, bertaubat, dan berkhidmat untuk-Nya.
(diterjemahkan dan diringkas dari kitab al-Fawa’id karya Ibnul Qayyim t hlm. 111—112
Sebagaimana jasmani jika dalam keadaan sakit tidak akan bermanfaat baginya makanan dan minuman, demikian pula qalbu jika terjangkiti penyakit-penyakit hawa nafsu dan keinginan-keinginan jiwa, maka tidak akan mempan dengan nasihat.
Barang siapa hendak menyucikan qalbunya maka ia harus mengutamakan Allah l dibanding keinginan dan nafsu jiwanya.
Karena qalbu yang tergantung dengan hawa nafsu akan tertutup dari Allah l, sesuai kadar tergantungnya jiwa dengan hawa nafsunya.
Banyak orang menyibukkan qalbu dengan gemerlapnya dunia. Seandainya mereka sibukkan dengan mengingat Allah l dan negeri akhirat, tentu qalbunya akan berkelana mengarungi makna-makna Kalamullah dan ayat-ayat-Nya yang tampak ini. Ia pun akan menuai hikmah-hikmah yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika qalbu disuapi dengan berzikir dan disirami dengan berpikir serta dibersihkan dari kerusakan, ia pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah.
Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta memeganginya akan masuk dalam golongannya. Kecuali jika mereka menghidupkan qalbu dan mematikan hawa nafsunya.
Adapun mereka yang membunuh qalbunya dengan menghidupkan hawa nafsunya, tidak akan muncul hikmah dari lisannya.
Rapuhnya qalbu adalah karena lalai dan merasa aman. Sedangkan makmurnya qalbu adalah karena takut kepada Allah l dan zikir. Maka jika sebuah qalbu merasa zuhud dari hidangan-hidangan dunia, dia akan duduk menghadap hidangan-hidangan akhirat. Sebaliknya, jika ia ridha dengan hidangan-hidangan dunia, ia akan terlewatkan dari hidangan akhirat.
Kerinduan bertemu Allah l adalah angin semilir yang menerpa qalbu. Membuatnya sejuk dengan menjauhi gemerlapnya dunia. Siapa pun yang menempatkan qalbunya di sisi Rabb-nya, ia akan merasa tenang dan tenteram. Siapa pun yang melepaskan qalbunya di antara manusia, ia akan semakin gundah gulana.
Ingatlah! Kecintaan terhadap Allah l tidaklah akan masuk ke dalam qalbu yang mencintai dunia, melainkan seperti masuknya unta ke lubang jarum (sesuatu yang sangat mustahil).
Jika Allah l cinta kepada seorang hamba, maka Allah l akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat pemberian nikmat-nikmat-Nya. Allah l juga akan memilihnya di antara hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya hanya kepada Allah l. Lisannya senantiasa basah dengan berzikir kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya.
Qalbu bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Qalbu pun bisa berkarat sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berzikir. Qalbu bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah takwa. Qalbu pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah l, cinta, tawakal, bertaubat, dan berkhidmat untuk-Nya.
(diterjemahkan dan diringkas dari kitab al-Fawa’id karya Ibnul Qayyim t hlm. 111—112
0 komentar:
Posting Komentar